JAMBI, TANJAB EKSPRES - Jauh hari sebelumnya, persiapan PON Riau ini sudah
dinodai dengan adanya praktik suap terhadap sejumlah anggota DPRD Riau terkait
pembahasan Perda Penyelenggaraan PON 2012. Demikian dilansir Situs Resmi beritasatu.com, Sabtu (08/9).
Menpora Andi Malaranggeng Ft\antara |
Kasus tersebut telah menyeret 13
orang tersangka, yang terdiri dari anggota DPRD, pejabat Dinas Pemuda dan Olah
Raga (Dispora) Riau, dan rekanan proyek dari pihak swasta.
Praktik Korupsi ini terkuak saat KPK mencokok tujuh anggota DPRD Riau bersama barang bukti uang suap Rp900 juta pada 3 April lalu. Namun, hanya dua orang jadi tersangka, yakni M Faizal Azwan (Golkar) dan M. Dunir (Partai Kebangkitan Bangsa).
Saat itu, Kepala Seksi Pengembangan Sarana Prasarana Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Eka Darma Putra dan Manajer Pemasaran PT Pembangunan Perumahan Rahmat Syaputra ikut tertangkap dan langsung menjadi tersangka penyuap.
Praktik Korupsi ini terkuak saat KPK mencokok tujuh anggota DPRD Riau bersama barang bukti uang suap Rp900 juta pada 3 April lalu. Namun, hanya dua orang jadi tersangka, yakni M Faizal Azwan (Golkar) dan M. Dunir (Partai Kebangkitan Bangsa).
Saat itu, Kepala Seksi Pengembangan Sarana Prasarana Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Eka Darma Putra dan Manajer Pemasaran PT Pembangunan Perumahan Rahmat Syaputra ikut tertangkap dan langsung menjadi tersangka penyuap.
Sebulan kemudian, giliran Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau Lukman Abbas, dan Wakil Ketua DPRD Taufan Andoso Yakin, menjadi tersangka. Pada 13 Juli lalu, KPK kembali menetapkan tujuh tersangka baru dari anggota DPRD Riau, yakni Adrian Ali, Abu Bakar Siddik, Zulfan Heri, Syarif Hidayat, Tengku Muazza, Mohammad Roem Zein, dan Ruhman A.
Ke-13 orang itu kini sudah menjadi terdakwa dan sudah mulai menjalani proses persidangan. Dalam proses persidangan nama Gubernur Riau Rusli Zainal ikut terseret. Ketika sidang terdakwa Eka dan Rahmad, terungkap peran Rusli yang memerintahkan Lukman menyuap anggota DPRD Riau.
Gubernur Riau itu juga diduga menerima uang sebesar Rp500 juta dari rekanan proyek. Terungkap juga kucuran dana sebesar Rp 9 miliar kepada politikus di Senayan. Meski menampik fakta persidangan yang menyebutkan ikut terlibat, Rusli tetap beberapa kali harus menjalani pemeriksaan di KPK. Namun, hingga kini status Gubernur Riau itu masih sebagai saksi, bukan tersangka.
Amunisi Baru KPK
Ambruknya atap Stadion Tenis yang akan dipakai dalam PON kali ini, kembali mengingatkan akan karut-marut pembangunan venue dan dugaan korupsi dalam proses pembangunannya. Tak heran, Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai insiden ini bisa menjadi amunisi baru bagi KPK untuk menindaklanjuti kasus korupsi PON Riau.
“Kejadian ini bisa jadi momentum, khususnya bidang olahraga. Kenyataannya, olahraga tidak bersih juga dari tindak korupsi. Hal ini bisa jadi ladang, semut-semut senang ada aliran uang di dalamnya,” kata Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi ICW Agus Sunaryanto, Jumat (7/9).
ICW juga berharap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) turun tangan memperkuat data dan mendukung penyidikan KPK dalam pengembangan Kasus Suap PON tersebut. “Yang perlu dilakukan sekarang adalah pembangunan dicek mungkin ada penurunan kualitas atau under quality dari bahan yang digunakan,” imbuh Agus.
Menurut Agus, pelaksana proyek bisa menjadikan ambruknya kanopi venue tenis sebagai sampel kasus dan mempertanggungjawabkan bangunan lainnya. "Bangunan lain yang mungkin bisa berpotensi rusak atau belum layak pakai,” ujarnya.
Untuk ke depannya, ICW berharap setiap pembangunan gedung dapat diatur soal masa garansi dan perawatan, sehingga masalah atau perawatan gedung setelah dibangun dapat terus dijaga. “Dua tahun lagi, 4 tahun lagi, 20 tahun lagi semoga bisa terasa. Minimnya efek jera pada kasus korupsi, baik dari proses penyelidikan maupun yang ditangani kepolisian dan kejaksaan agung, harus bisa diperkuat setelah kejadian ini,” tandas Agus.
Kegiatan PON merupakan ajang olahraga yang seharusnya dapat mengangkat nama-nama atlet nasional. Olahraga sendiri memegang kuat prinsip keadilan dan kejujuran. Sangatlah miris jikalau ajang yang penuh sportivitas ini ke depannya tetap saja dinodai pratik-praktik korupsi.
Penyelenggaraan Paling Parah?
Sampai saat ini, PON telah dilaksanakan sebanyak 17 kali. PON I dilaksanakan di di Solo, Jawa Tengah, pada 1948, dan terakhir, PON ke-17, berlangsung di Samarinda, Kalimantan Timur pada 2008.
Sebelumnya, PON selalu diselenggarakan di Jakarta, mengingat kesiapan infrastruktur dan sebagainya. Namun sejak reformasi politik bergulir, penyelenggara PON diputuskan untuk digilir ke berbagai daerah, dengan alasan pemerataan kesempatan.
PON pertama pascareformasi diselenggarakan di Surabaya pada 2000. Empat tahun kemudian PON sempat kembali diselenggarakan di Jakarta. Pada 2008 digelar di pulau Kalimantan, dan kini di pulau Sumatera.
Dari empat penyelenggaraan PON pascareformasi tersebut, boleh dikatakan hanya yang di Surabaya dan Jakarta yang berjalan baik.
Pada penyelenggaraan di Samarinda, problem kesiapan venue, fasilitas, dan infrastruktur, mulai menjadi menu harian pemberitaan saat itu.
Namun yang paling parah adalah penyelenggaraan PON di Riau saat ini. Hampir setiap hari mayoritas pemberitaan di media massa adalah soal ketidaksiapan venue ini, minimnya fasilitas venue itu, hingga yang paling dramatis, robohnya kanopi stadion, Kamis (6/9) malam lalu, bahkan sebelum PON dibuka.
Pemerintah terlihat tetap akan menyelenggarakan PON sekarang, walau banyak suara, terutama dari anggota DPR, yang meminta waktu gelaran PON diundur. (ref)
Aktivitas Atlet PON di Riau menjelang pembukaan. (Foto foto antara) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar