JAMBI, TANJAB EKSPRES - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi terus mengoptimalkan pengolahan dan pemasaran produk perikanan sebagai pelengkap persyaratan tercapainya Program Jambi ”Emas” Ekonomi Maju Aman Adil dan Sejahtera Tahun 2015.
Kendati tertatih namun pasti, pekerjaan yang merupakan program unggulan duet H. Hasan Basri Agus dan H. Fahcrori Umar sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi Periode 2010 – 2015, sebagian mulai kelihatan hasilnya. Khususnya pembangunan dibidang infrastruktur jalan dan sektor pendidikan.
Pada sektor perikanan, program dijalankan tidaklah menyimpang dari tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jambi sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mutlak. Tentu saja berlandaskan pada Peraturan Daerah (Perda) No. 14 Tahun 2008, Pasal 33.
Inti dari perda ini bahwa DKP Provinsi Jambi sebagai penyelenggara wajib menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang kelautan dan perikanan yang diarahkan pada pembangunan perekonomian masyarakat yang berbasis kerakyatan.
Tahun 2012 lalu, pencapaian kerja pembangunan dibidang kelautan dan perikanan telah menunjukan peningkatan jumlah produksi perikanan tangkap dan budidaya untuk konsumsi masyarakat, penyerapan tenaga kerja, ketersediaan benih ikan dan bertambahnya sarana dan prasarana penunjang.
Kondisi ini dapat dicapai atas keseriusan pemerintah dalam menjalankan roda pembangunan disektor perikanan pada tahun 2011, tanpa mengesampingkan dukungan semuah pihak.
Berdasarkan data dari DKP Provinsi Jambi, pada tahun 2011 produksi perikanan di Provinsi Jambi mencapai 86.000 ton, persisnya 85.747,7 ton. Jumlah ini merupakan kalkulasi dari produksi perikanan tangkap sebanyak 51.839,7 ton dengan 33.908 ton hasil produksi sektor perikanan budidaya.
Produksi ini mengalami peningkatan sebesar 8,2 persen di tahun 2012 dengan jumlah produksi mencapai 92.747,3 ton. Rinciannya, 52.113,7 ton dari perikanan tangkap dan 40.613,6 ton dari perikanan budidaya. Peningkatan produksi bahan metah (ikan/red) tersebut, diiringi pula oleh peningkatan produksi ikan olahan seperti kerupuk ikan, ebi kering, terasi dan ikan asin.
Sedangkan ketersediaan produksi ikan untuk konsumsi penduduk pada tahun 2011 sebesar 30,1 kg/kp/th, 2012 : 31,6 kg/kap/th sehingga terjadi peningkatan sebesar 5 persen. Ini sebuah pembuktian bahwa ketersediaan produk perikanan yang berasal dari kegiatan penangkapan ikan maupun usaha budidaya cukup tersedia.
Ketersediaan Sarana
Guna mendapatkan hasil optimal, pemerintah tak sepenuhnya menyerahkan tanggungjawab itu kepada nelayan. Pemerintah menyediakan peralatan tangkap berupa jaring dan sejenisnya, yang pada 2011 sebanyak 28.469 unit. Kemudian pada tahun 2012 meningkat sebesar 3,5 persen maka jumlahnya menjadi 29.471 unit.
Upaya nelayan ini dilengkapi pula dengan perahu atau kapal penangkap ikan sebanyak 8.844 unit pada 2011. Kemudian pada 2012 meningkat 1,7 persen menjadi 8.992 unit.
Dengan bertambahnya jumlah unit perahu atau kapal penangkap ikan otomatis terjadi penambahan pada sektor penyerapan tenaga kerja hingga 4,1 persen.
Kalau pada tahun 2011 jumlah tenaga kerja hanya 27.719 dengan tingkat pendapatan rata - rata naik 10,4 persen atau sekitar Rp. 12.600.000,- maka pada 2012 jumlah tenaga kerja meningkat menjadi 28.845 dengan pendapatan rata-rata 13,5 persen atau Rp. 14.300.000,-.
Selama kurun waktu satu tahun (2011-2012), tidak ditemukan kasus pelanggaran pada praktik penangkapan ikan oleh nelayan. Hal itu membuktikan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan potensi perikanan yang ada di perairan umum, seperti sungai dan laut.
Kemudian disektor perikanan budidaya terjadi pula peningkatan ketersediaan benih ikan hingga 12,7 persen. Pada tahun 2011 hanya 175.775.315 ekor benih, meningkat menjadi 198.098.810 ekor pada tahun 2012.
Kendati demikian, keberhasilan peningkatan pembangunan disektor perikanan tangkap dan budidaya ini tidaklah semulus yang dibayangkan. Masih terdapat bermacam kendala yang dinilai secara tidak langsung dapat mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dan pencapaian kinerja.
Hambatan tersebut ialah terbatasnya kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan kelautan dan perikanan dalam mengoptimalkan pemanfaatan potensi yang ada di laut.
Formasi jabatan fungsional disektor perikanan belum terisi di balai benih ikan (BBI). Masih terbatasnya dukungan lintas sektoral dan belum adanya pembangunan pengelolaan ikan dan pakan terpadu, sehingga berpengaruh terhadap nilai tukar nelayan.
Kemudian masih sulitnya mengakses sumber permodalan bagi nelayan untuk budidaya ikan, rendahnya minat investor karena belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap, yang disebabkan masih banyaknya nelayan yang menggunakan alat penangkap ikan tradisional.
Selanjutnya, keterampilan pembudidaya dan nelayan belum memadai dan kurang disiplin dalam menerapkan teknologi anjuran sehingga produktivitas dan hasil usaha masih rendah.
Belum adanya asosiasi yang dapat memfasilitasi perdagangan langsung untuk negara tujuan ekspor. Sehingga para nelayan dan pembudidaya banyak yang mengeluh ketika akan memasarkan produk.
Contoh kecil pembudidaya ikan lele dumbo di Kelurahan Paal Merah, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi. Mereka terkesan kurang serius mengurus ternak ikan lele karena rendahnya harga jual. Padahal petani hanya tinggal memelihara saja sedangkan kolam, benih dan pakan berasal dari bantuan pemerintah.
Adalah Jamin (43), warga RT. 12, Kelurahan Paal Merah, Kecamatan Jambiselatan, salah satu pembudidaya ikan lele yang memiliki tiga buah kolam ikan, dua bantuan pemerintah dan satu swadaya masyarakat.
Pembudidaya ini mengeluh karena harga jual ikan lele relatif lebih murah ketimbang harga jual di Pasar Tradisional Angsoduo yang mencapai Rp. 15 – 16 ribu perkilo.
Dikatakan Jamin, sejak adanya bantuan pemerintah berupa bibit ikan lele dan pakan, dirinya telah tiga kali penen. Hasil panen lumayan banyak, dari seribu benih ikan yang ditanam dapat dipanen hingga 70 persen, dengan berat rata-rata 2 ons per ekor setelah lele berumur tiga bulan.
“Hasilnya lumayan bagus, kalau masih kecil dikasih pelet, sudah agak besar diberi makanan tambahan berupa sayur-sayuran busuk", ujarnya.
Namun, karena harga jual dipenampung (tengkulak-red) hanya Rp. 10 ribu perkilo, dirinya ogah - ogahan menekuni ternak ikan lele tersebut. “Rasanya tak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan, mas,” keluh Jamin.
Dia berharap pemerintah dapat mencarikan solusi terkait persoalan ini, sebab jika harga jual masih murah, bukan tidak mungkin bantuan benih dari pemerintah ini akan mubazir.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Budidaya, DKP Provinsi Jambi, Herwono mengharapkan jangan sampai bantuan benih ikan lele ini mubazir. Pembudidaya harus betul-betul memanfaatkan bantuan tersebut.
"Inikan untuk membantu perekonomian masyarakat, jadi saya harap harus betul-betul dimanfaatkan agar memperoleh hasil yang memuaskan", ujar Herwono ketika menyalurkan bantuan gratis 95 ribu ekor benih ikan lele dan 9,5 ton pakan ikan kepada warga Paal Merah, Kamis (4/10/2012).
Sementara itu, Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Kota Jambi, Reynold yang mewakili Walikota Jambi, H. Bambang Priyanto menerima bantuan dari Pemprov Jambi tersebut mengharapkan agar bantuan itu dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
“Kalau diurus dengan benar, ternak lele itu akan menguntungkan, apalagi jika nantinya harga jual agak mahal", imbunya. (ref/adv)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar