Jumat, 07 Desember 2012

Senyum Tulus Itu Kini Penuh Misteri


Kisah Nyata :
Oleh : Rizal Ependi 
Ada temanku seorang PNS, tak usah ku sebutkan namanya. Ketika dia masih jadi kacung di sebuah instansi pemerintah tempatnya bekerja, wajahnya selalu berseri, cerah dan tegar. Hobbynya bergurau dan penuh lelucon, seakan tak ada beban dan ringan.
Padahal ketika itu, waktu aku main ke rumah kontrakannya, istrinya hanya menyuguhkan menu makan siang dengan lauk tempoyak ikan teri pakai pete plus daun ubi rebus. Saya diajak makan, lahap begitu juga dia sangat lahap menikmati makan siang hari itu.
"Ayo makan, jangan sungkan. Inilah adanya," kata temanku tadi dengan penuh percaya diri. Karena dia temanku, aku tidak merasa canggung melahap menu makanan yang dia sugukan, sangat nikmat.
Saking nikmatnya, usai makan keringatku mengucur, sampai temanku sambil tersenyum menyodorkan handuk kecil agar aku mengelap keringat di wajahku. Alhamdullilah, kata ku.
Teman ku tadi terlihat sangat senang."Sorry bro, kalau makan nasi padang duit ku dak cukup, aku sengaja ngundang ke rumah agar kita makan bersama seperti masa kuliah dulu," ujarnya.
Lima tahun berlalu, temanku tadi "menipu" aku. Dia kembali minta aku datang ke rumahnya. Tentu saja bukan lagi di sebuah kontrakan. Dia sudah punya rumah sendiri. Namun ada hal yang ganjil tak seperti biasanya waktu itu.
Teman ku sedikit malu-malu. Padahal seharusnya dia bangga, karena rumahnya telah siap dan sangat bagus. Bahkan di depan rumahnya terparkir sebuah kendaraan roda empat keluaran terbaru, Toyota Avanza.
Anaknya yang paling besar masih inggat wajahku. "Ayah, yah..ada om Rizal", ujar anak usia 8 tahun itu memburuh ayahnya.
Tak seperti dulu, senyum temanku tadi penuh misteri tak tulus seperti dulu lagi. Aku sedikit merasa rendah diri, tapi dia tidak sombong. Kalau dulunya aku dipersilahkan duduk di lantai dengan tikar anyaman rumbai, tapi kini dia kembali mengajaku makan siang di rumahnya dan menuju meja makan ukuran besar, pantastik.

Di meja makan terlihat sebuah hidangan yang wah, gak usah saya sebutkan. Makanan terasa sangat enak bagiku. Tapi kawan ku masih bilang inilah menuh seadanya. Tapi usai makan dia tidak lagi repot - repot mengambil handuk untuk mengelap keringat.
Hal yang ganjil kemudian nampak jelas, temanku sekarang tak lagi ceria dan tegar seperti dulu lagi. Dia terus mengeluh, rumahnya kurang besar, asesoris mobilnya kurang mantap, anaknya mau jajan melulu dan istrinya saban hari pergi arisan, pulangnya lepas magrib,  sang istri tak seperti dulu selalu memeluk kitab Al Quran.
 Penampilan kawanku sangat lusuh, acak acakan dan seperti kurang bersahabat. Dia sangat resah dan seperti tidak tenang. Padahal, ekonomi keluarganya sudah jauh lebih maju ketimbang lima tahun lalu.
Hal yang paling ganjil dan asing menurut aku, kalau dulu dia memutar lagu lewat radio, selalu lagu-lagu yang bernuansa jawa. Seperti keroncong dan lagu lagu jawa lainnya. Tapi saat ini, musik bernada keras seperti diperdengarkan ke aku,..... ari...king... king.. king... ari......king....king.......gitu?
Kawan ku telah sukses, dia telah makmur. Tapi kenapa dia resah, dan hari-harinya selalu gelisah. Bahkan ketidak tenangan itu menghatuinya dimana saja dia berada?

Inilah yang akan aku cari jawabannya. ( Yang jelas dalam waktu
lima tahun tikar rumbai alas makan telah berubah menjadi meja batu bernilai tinggi....Alhamdullilah ) ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

10 Berita Paling Top